B

MENANGGAPI KEWENANGAN POLRI SEBAGAI KOORDINATOR PENYIDIK DALAM RUU KUHAP

Admin | 424 views

Feb 24, 2025

IMG-20250224-WA0063

Jakarta 23 Febrauari 2025

Oleh : Laksda TNI (Purn) Adv Soleman B. Ponto, ST, SH, MH, CPM, CPARB*)

Pendahuluan

Pada RUU KUHAP, terdapat kewajiban PPNS dan Penyidik tertentu untuk wajib berkoordinasi dengan Penyidik Polri sebelum penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum. Hal itu diatur pada pasal 7 RUU KUHAP. 

Selengkapnya RUU KUHAP Pasal 7 :

(2) PPNS dan Penyidik Tertentu mempunyai wewenang berdasarkan Undang- Undang yang menjadi dasar hukumnya.

(3) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri.

(4) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya wajib berkoordinasi dengan Penyidik Polri sampai dengan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum.

(5) Koordinasi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.

Sangat jelas bahwa RUU KUHAP mengatur bahwa PPNS dan Penyidik Tertentu wajib berkoordinasi dengan Polri hingga penyerahan berkas perkara ke Penuntut Umum.

Ketentuan ini setidaknya telah melanggar kompetensi absolut lembaga penyidik sektoral.

Berdasarkan kajian teori hukum dan filsafat hukum, kewajiban koordinasi ini dapat bertentangan dengan prinsip legalitas, prinsip efektivitas penegakan hukum, serta asas keadilan, yang menjadi dasar sistem peradilan pidana yang berkeadilan.

I. Analisis dari Perspektif Teori Hukum dan Filsafat Hukum

1. Perspektif Teori Kompetensi Absolut (Absolute Competence)

Menurut teori kompetensi absolut, suatu lembaga negara memiliki kewenangan penuh dalam menangani perkara yang sesuai dengan bidang tugasnya. PPNS di berbagai kementerian telah diberikan kewenangan penyidikan berdasarkan undang-undang sektoral masing-masing, seperti:

PPNS Perikanan (PSDKP) dalam UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

PPNS Lingkungan Hidup (KLHK) dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PPNS di Kementerian Perhubungan dalam UU No. 66 Tahun 2024 tentang Pelayaran.

Dalam teori kompetensi absolut, tidak seharusnya Polri mengambil alih atau menjadi koordinator penyidikan bagi PPNS yang sudah memiliki kompetensi khusus di bidangnya. Ironisnya, RUU KUHAP membebaskan Penyidik TNI AL dari kewajiban koordinasi Polri dalam kasus perikanan, karena TNI AL juga merupakan penyidik perikanan, tetapi tetap mewajibkan PSDKP yang lebih ahli dalam regulasi perikanan untuk berkoordinasi dengan Polri.

Ini adalah bentuk inkonsistensi dan tidak sesuai dengan asas kompetensi absolut dalam hukum administrasi negara.

2. Perspektif Filsafat Hukum: Asas Keadilan (Justice)

Menurut Aristoteles, keadilan terdiri dari:

Keadilan Distributif, yaitu setiap orang/lembaga harus menerima perlakuan sesuai dengan kapasitas dan perannya.

Keadilan Komutatif, yaitu semua entitas dalam hukum harus mendapatkan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi.

Dalam konteks ini, melepaskan TNI AL dari koordinasi dengan Polri tetapi mewajibkan PPNS di KKP (PSDKP) untuk berkoordinasi dengan Polri merupakan ketidakadilan distributif dan komutatif.

Jika Penyidik TNI AL dianggap kompeten menangani kasus perikanan tanpa harus melapor ke Polri, seharusnya PPNS PSDKP juga diberikan wewenang yang sama.

Memaksakan koordinasi ini justru memperlambat penegakan hukum dan bertentangan dengan prinsip efektivitas hukum.

Dalam filsafat hukum modern, hukum yang efektif adalah hukum yang dapat mencapai tujuannya tanpa prosedur birokrasi yang tidak perlu (Fuller, The Morality of Law).

3. Perspektif Efektivitas Hukum (Legal Effectiveness)

Menurut Roscoe Pound, hukum bukan hanya sekadar aturan normatif, tetapi harus mencerminkan kebutuhan sosial dan efektivitas dalam implementasinya.

Ketika PPNS telah memiliki kewenangan penyidikan sesuai UU sektoral, tetapi tetap diwajibkan berkoordinasi dengan Polri sebelum menyerahkan berkas ke Jaksa, maka hukum kehilangan efektivitasnya.

Alih-alih mempercepat proses hukum, aturan ini justru memperlambat penyelesaian perkara.

Koordinasi yang tidak diperlukan ini juga membuka peluang intervensi yang tidak relevan dengan keahlian Polri di bidang hukum sektoral tertentu.

II. Saran Perbaikan Bunyi Pasal dalam RUU KUHAP

Berdasarkan analisis di atas, RUU KUHAP seharusnya direvisi untuk menyesuaikan dengan prinsip kompetensi absolut, asas keadilan, dan efektivitas hukum.

Bunyi Pasal dalam RUU KUHAP Saat Ini yang Perlu Direvisi :

(3) “PPNS dan Penyidik Tertentu dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polri. ”

(4) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya wajib berkoordinasi dengan Penyidik Polri sampai dengan penyerahan berkas perkara kepada Penuntut Umum. 

(5) Koordinasi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. 

Saran perubahan :

(3) PPNS dan Penyidik Tertentu dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya bersifat independen serta memiliki kewenangan penyidikan penuh sebagaimana yang diberikan oleh undang-undang sektoral.

(4) PPNS dan Penyidik Tertentu yang telah diberikan kewenangan penyidikan penuh oleh undang-undang sektoral dapat menyerahkan berkas perkara langsung ke Penuntut Umum.

 (5) Dihapus saja.

III. Kesimpulan

Kewajiban koordinasi antara PPNS dan Polri sebelum penyerahan berkas perkara bertentangan dengan prinsip kompetensi absolut, karena PPNS lebih memahami sektor yang disidiknya dibandingkan Polri.

RUU KUHAP menciptakan ketidakadilan dalam sistem penyidikan, karena memberikan pengecualian kepada Penyidik TNI AL tetapi tetap mewajibkan PSDKP untuk berkoordinasi dengan Polri dalam kasus perikanan.

Berdasarkan teori efektivitas hukum, kewajiban koordinasi ini justru dapat memperlambat penyelesaian perkara, membuka peluang intervensi yang tidak perlu, dan menghambat penegakan hukum yang efektif.

RUU KUHAP harus direvisi agar PPNS yang memiliki kompetensi khusus dapat menyidik dan menyerahkan berkas perkara langsung ke Penuntut Umum tanpa kewajiban koordinasi dengan Polri.

IV. Rekomendasi

RUU KUHAP harus membebaskan PPNS yang memiliki kompetensi sektoral dari kewajiban koordinasi dengan Polri.

DPR dan Pemerintah harus memastikan bahwa revisi KUHAP tidak merugikan independensi lembaga penyidik sektoral yang telah diatur dalam UU sektoral masing-masing.

Penyidik KPK, Kejaksaan, dan TNI AL telah dikecualikan dari kewajiban koordinasi dengan Polri, maka PPNS di kementerian sektoral yang memiliki keahlian lebih tinggi juga harus diberikan kewenangan yang sama, yaitu dibebaskan dari koordinasi.

*) Kabais TNI 2011-2013

Redaksi/Publizher ; Andi Jumawi

Post Views : 424 views

Posted in , ,

Berita Lainnya

Baca Juga

Polwan Polres Kolaka Timur Raih Medali Emas di Asian Open Police Taekwondo Championship 2024

Polwan Polres Kolaka Timur Raih Medali Emas...

Danrem 143/HO Senam dan Jalan Santai Bersama Prajurit dan PNS Jajaran Korem 143/HO

Danrem 143/HO Senam dan Jalan Santai Bersama...

Sosialisasi Rekrutmen TNI dan Werving oleh Satgas TMMD 123 Kodim 0905/BPP

Sosialisasi Rekrutmen TNI dan Werving oleh Satgas...

Ustadz Danial Bawakan Hikmah Isra Mi’raj di BTN Khalifah Residence

Hikmah Isra Mi'raj oleh Dr H. Danial...

Perahu Bodi Batang antar Distribusi Logistik Pilkada di Kaledupa Selatan Berlangsung Lancar dan Efisien

Perahu Bodi Batang antar Distribusi Logistik Pilkada...

Pos Populer

sidebar-ads

Pengunjung